Ruang Diskoneksi

Saat saya membuat blog ini, saya masih tidak tahu akan diapakan blog ini. Yang saya tahu hanya saya membutuhkan tempat untuk segala esai dan opini yang sering muncul di kepala saya. 

Seperti yang sudah dijelaskan di post paling awal, sebetulnya saya sudah membuat blog seperti ini di Tumblr, namun pada akhirnya Tumblr tidak nyaman untuk digunakan karena satu dan lain hal, jadi saya pindah ke sini.

Kini, setelah dua tahun tidak mengisinya, akhirnya saya memiliki arah untuk blog ini. Dua tahun belakangan ini bisa dibilang saya merasa lebih nyaman ketika terlepas dari media sosial. Media sosial membuat saya cemas saat ingin mengutarakan pendapat karena di sana kritik dan respon bisa segera terjadi dan saya semacam merasa memiliki keharusan untuk segera membalasnya atau saya akan dikira "kalah" atau, lebih buruk lagi, "anti-kritik". Perasaan semacam ini membuat respon balasan saya sering terburu-buru dan diliputi kecemasan hingga saya tidak memiliki waktu yang cukup untuk memikirkan jawaban saya masak-masak.

Pun platform seperti media sosial sepertinya dibentuk untuk konten-konten yang bersifat instan, mentah, dan cepat. Walaupun memang seringkali ada tim PR bergerak di balik tweet atau status seseorang, namun mayoritas pengguna media sosial hanya memiliki pemikiran mereka sendiri. Sejauh ini hanya Instagram tempat yang membuat saya berpikir dan berusaha cukup lama (terutama untuk fotonya) untuk membuat sebuah konten, tetapi yang lainnya (yang saya miliki akunnya) tidak demikian. Karena itu saya perlahan menjauhkan diri dari media sosial, sebagai usaha mensensor diri saya sendiri dari menulis sesuatu yang mungkin suatu saat akan saya sesali.

Di sisi lain, saya masih ingin mengutarakan gagasan saya. Saya merasa ingin membagi perspektif saya pada orang-orang sekitar.

Oleh karena itu, saya ingin blog ini menjadi ruang saya untuk mengelaborasi pemikiran-pemikiran saya tanpa dibatasi oleh huruf hingga saya lupa apa yang saya bicarakan, atau dibatasi oleh text editor yang memiliki view sempit hingga saya tidak bisa melihat dan mengedit apa yang saya bicarakan sebelumnya--hingga yang bisa dilakukan hanyalah mengeklik post dan edit kemudian, dan beruntung jika belum ada yang melihat teks berantakan sebelum diedit.

Saya ingin blog ini menjadi sebuah ruang untuk saya terlepas dari segala ingar-bingar menjadi viral atau meraih engagement tinggi. Karena itu saya mengganti judul blog ini menjadi Ruang Diskoneksi. Blog ini akan menjadi tempat saya mengelaborasi gagasan dalam sepi dan merespon semua kritik dan komentar yang datang untuk setiap gagasan juga dalam sepi yang dihayati dengan baik.

Semua pemikiran saya akan saya letakkan di sini dan tinggalkan. Kalian boleh membacanya dan membagikannya dengan nada setuju atau tidak setuju. Saya tidak akan langsung membalas kritik dan komentas kalian. Jika ada yang ingin saya sampaikan terkait komentar kalian, saya akan balas menulisnya di sini lagi.

Bisa dibilang, saya ingin kembali ke masa di mana untuk memberikan kritik ataupun komentar, semua orang harus menuliskan gagasannya dalam bentuk esai yang padu dengan sistem pemikiran yang baik dan tanpa tergesa-gesa. Saya ingin memiliki lebih banyak waktu untuk mengatur pemikiran dan kata-kata saya. Saya ingin memiliki lebih banyak waktu untuk memikirkan efek yang mungkin terjadi atas kata-kata saya.

Terkesan pengecut, ya? Di dunia yang serba cepat ini, mungkin saya akan terlihat seperti orang dungu yang tidak pandai berdebat dalam mempertahankan pendapatnya.

Namun tujuan saya dalam mengutarakan pemikiran bukanlah untuk berdebat, melainkan untuk memberi gagasan atau wacana baru yang mungkin belum banyak orang tahu, juga untuk memantik terjadinya diskusi dengan orang-orang yang dapat mengelaborasi gagasan mereka dengan baik dan terstruktur untuk menghindari terjadinya diskusi yang berputar di tempat.

Saya berharap ruang ini dapat menjadi ruang yang aman dan nyaman untuk setiap orang.

Komentar

Postingan Populer