Setahun Bullet Journaling


Akhirnya kita memasuki bulan Desember. Berarti sudah setahun saya mencoba metode bullet journal. Saya memulai bullet journal pada Desember tahun lalu. Pada tahun itu, ada sesuatu yang terjadi di kehidupan saya yang membuat saya memiliki masalah anxiety yang begitu parah hingga menghindari ponsel dan segala sesuatu yang menghubungkan saya dengan dunia luar. Denting notifikasi membuat saya panik dan ingin menangis. Alarm membuat saya ingin muntah.

Meski memiliki anxiety berat, bukan berarti semua kewajiban saya otomatis hilang. Hanya saja saya butuh sesuatu yang bisa membuat saya teringat pada kewajiban dan deadlines saya tanpa perlu merasa seperti ditagih dan dibombardir. Saat itulah saya menemukan metode bullet journal dan menggunakannya hingga hari ini.


Mengapa bullet journal?

Karena saya memiliki apa yang disebut dengan planner anxiety. Bukannya saya tidak pernah mencatat jadwal saya, tetapi saya tidak pernah bisa konsisten melakukannya--konsistensi adalah kelemahan terbesar saya, yang saya rasa tercermin juga dari randomnya konten di blog ini. 

Sejak masa sekolah hobi saya adalah membeli planner lucu, hanya untuk lupa selama beberapa saat dan jika ingin kembali mengisinya, saya akan merasa tidak nyaman melihat banyaknya ruang kosong yang tidak terisi dari terakhir kali saya mengisinya ke tempat yang sekarang harusnya saya isi, dan kemudian saya tidak akan memakai planner itu sama sekali.

Saat kuliah saya memakai sticky notes di laptop untuk mencatat hal-hal yang harus saya lakukan. Cara itu sukses membawa saya survive dunia kuliah, tetapi tidak saat bekerja. Kantor-kantor saya umumnya meminta saya untuk memakai planner digital agar mudah  share jadwal meeting. Kantor saya yang terakhir bahkan mengharuskan saya memiliki TIGA planner digital. Sementara saya sudah tidak bisa lagi menggunakan metode di sticky notes karena terlalu banyak hal yang harus saya lakukan. Saat inilah planner anxiety saya kembali dan makin menjadi-jadi. 

Bullet journal sebetulnya bukan istilah yang asing untuk saya. Sekitaran 2017-2018, beberapa teman di media sosial saya sering membagikan bullet journal mereka. Namun bullet journal mereka selalu penuh dengan gambar, washi tapes, atau kaligrafi menggunakan pulpen warna-warni. Jadi saat itu saya mengira bullet journal itu hanyalah sejenis jurnal bagi mereka yang kreatif--dan bukan orang yang maunya serba simpel dan pemalas seperti saya.

Hingga kemudian saya menemukan video dari Liam Dryden yang berkata bahwa dia menggunakan bullet journal setelah bosnya merekomendasikan metode ini ketika dia kesulitan menepati deadline di pekerjaan. Hei, kok kayaknya masalahnya mirip, ya? Akhirnya saya tonton video itu dan menyadari bahwa bullet journal yang sebenarnya bukanlah hal yang rumit dan penuh warna-warni seperti yang saya tahu selama ini.

Yang dibutuhkan untuk membuat bullet journal ternyata hanyalah sebuah buku notebook--disarankan yang kertasnya titik-titik (dot grid paper)--dan sebuah pulpen. Mungkin juga penggaris jika perlu. Dan kita sudah bisa memulai BuJo kita.


Apa itu bullet journal?

Bullet journal adalah sebuah sistem planner yang dibuat oleh Ryder Caroll. Ryder didiagnosis dengan ADD (Attention Deficit Disorder) sejak kecil, dan karena itu dia memiliki kesulitan mengatur jadwalnya karena sistem planner konvensional terasa terlalu kaku untuknya yang kesulitan fokus. Karena itu dia menciptakan sistem planner tersendiri yang cukup ringkas hingga tidak mengganggunya, namun juga dapat memuat segala hal yang perlu dicatatnya.

Hmmmmm, that sounds like what I need! 

Sebetulnya sistem yang dibuat Ryder Caroll tidak ubahnya seperti DIY planner. Bagi yang tidak suka ribet dan hanya perlu tinggal isi mungkin tidak akan cocok dengan metode ini. Tapi bagi orang-orang yang memiliki planner anxiety seperti saya yang selalu merasa tidak nyaman melihat ruang kosong di planner, jenis planner ini justru membantu, karena planner ini tidak peduli apakah kita melewatkan sehari atau bahkan sebulan! Tinggal lanjutkan di tempat yang kosong, tidak peduli bahwa halaman sebelumnya adalah entry dari dua bulan lalu.

Selain itu, beberapa hal yang menurut saya sangat membantu dari sistem bullet journal:

1. Index

Bullet journal memiliki elemen utama yang bernama index. Index tersebut kira-kira persis seperti daftar isi pada buku-buku yang dijual di toko buku atau skripsi. Isinya adalah untuk menunjukkan di halaman berapa sebuah konten spesifik kita tulis dalam bullet journal.

Kenapa ini membantu? Karena index membuat kita memiliki kebebasan untuk menaruh apa pun di mana pun, tanpa perlu kita sortir di dalam bullet journal. Misalnya, saya pernah menuliskan respon saya terhadap sebuah buku yang sudah begitu ingin saya tulis walau bukunya belum selesai saya baca. Saya menuliskannya tepat setelah monthly log saya, yang secara urutan seharusnya diikuti dengan weekly log dan daily log. Namun karena ada index, saya bisa bodo amat meski monthly log berpisah beberapa halaman dengan daily log. Juga ketika saya ingin memberi respon lain terhadap buku yang sama, dengan index saya bisa langsung menemukan di halaman berapa saja saya menuliskan respon buku tersebut, meski halamannya terpisah jauh.

Index ini adalah satu elemen yang saya adaptasi untuk notebook saya yang lain, meskipun bukan bullet journal, karena saya memang punya hobi berpindah dengan cepat dari satu topik ke topik lain. Dan sejauh ini dengan adanya index, saya bisa menulis apa pun di mana pun di dalam buku, atau di buku lainnya, dan menyambungkannya dengan mudah.

2. Migrasi

Satu hal yang tidak dimiliki planner lain namun dimiliki bullet journal adalah sistem migrasinya. Elemen utama lain dalam bujo adalah Future Log, Monthly Log, dan Daily Log. Future log berisi hal-hal yang kita sudah tahu akan terjadi dalam bulan-bulan spesifik, monthly log adalah segala jadwal kita dalam bulan tersebut, dan daily log berisi to-do list pada hari yang spesifik.

Tiga hal ini mungkin masih mirip dengan standar planner biasa, tetapi dalam bullet journal, semua to-do list dapat dimigrasikan ketika kita tidak bisa menyelesaikannya di waktu yang ditentukan. Misalnya, saya memiliki to-do list yang tidak bisa saya selesaikan hari ini, maka saya memigrasikannya ke to-do list besok (masuk ke to-do list besok), minggu depan (masuk ke monthly log), atau bahkan bulan depan (masuk ke future log).

Dengan adanya proses migrasi saya jadi tahu kapan saya overcommiting alias memberi diri sendiri beban yang terlalu banyak di luar kemampuan saya dan bisa menyadari tugas apa yang harus saya prioritaskan.

3. Kebebasan Struktur

Berkat index, kita bebas menaruh apa pun di mana pun. Saya bebas menyelipkan berbagai macam tracker atau notes secara impulsif dan masih dapat menemukannya kemudian. 

Tapi tidak hanya itu, saya juga bebas bereksperimen mencari pengaturan halaman dan cara tracking yang sesuai mood saya setiap bulan, bahkan setiap hari! Saat awal membuat bujo, saya memfokuskan halaman pada tracking mood dan kecemasan, karena kecemasan saya sedang tinggi-tingginya. Namun kemudian saya tidak ada tenaga untuk membuat dan mengisi halaman mood tracking, maka bulan depannya saya berhenti membuatnya dan memutuskan untuk membuat yang lain.

Semudah itu! Jika dilakukan di planner konvensional, mungkin saya sudah berhenti karena melihat banyaknya mood tracker yang tidak terisi atau berhenti karena bosan harus mengisi dengan format yang sama setiap hari. Dengan bujo saya bisa ganti cara melakukan tracking semau saya dan tetap diingatkan untuk produktif selama saya tidak mengutak-atik prinsip dasarnya.

So be inspired! Di awal mungkin saya bilang bahwa menghiasi bullet journal membuat saya mundur sebelumnya, tetapi jika kalian makin bersemangat mengisi jika gambarnya bagus, maka lakukanlah! Saya pun sekarang mengklaim bahwa saya bujoers jalur minimalis (seperti yang bisa dilihat di gambar di awal artikel) dan belakangan ini jadi sering mencari inspirasi membuat halaman secara minimalis tanpa banyak usaha namun tetap terlihat bagus.

Tapi harus diingat: bullet journal pada dasarnya adalah sebuah planner untuk membantu kegiatan kita, jadi jika apa yang kita lakukan pada bujo tersebut justru membuat kita takut atau malas memakainya, maka mungkin kita mendekorasi dan memformatnya dengan cara yang salah.

Setahun Bullet Journaling

Bagaimana kesan saya setelah akhirnya setahun menggunakan bullet journal?

Harus saya akui, bujo banyak membantu saya menangani kecemasan saya. Kini saya bisa bebas melakukan mute pada notifikasi dan alarm karena saya selalu merekap semua hal yang perlu saya lakukan di bujo dan hanya fokus memeriksanya saja untuk mengetahui apa yang harus saya lakukan.

Saya mencatat setiap detil dan to-do list sekecil apa pun dalam bujo saya, bahkan hal semacam "balas WA dari teman kantor maksimal jam sekian" (karena sungguh, saya selalu cemas luar biasa jika harus melihat aplikasi chat di saat ada deadline).

Bujo memberi saya tempat untuk bisa sejenak lepas dari ingar-bingar kegiatan sehari-hari dan dapat mengingatkan saya tentang hal-hal yang harus saya lakukan dengan tenang dan lembut, tanpa perlu segala notifikasi ribut, dan menunggu saya dengan sabar hingga saya menemukan energi dan keberanian untuk menjalankan tugas tersebut.

Selain itu, dengan membuat bujo selama setahun ini, saya jadi bisa lebih memahami pola kerja saya dan kelemahan-kelemahan saya. Seperti misalnya, saya jadi tahu bahwa saya kesulitan menakar waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sesuatu. Saya seringkali merasa bisa menyelesaikan sesuatu lebih cepat dari waktu yang sebenarnya saya butuhkan dalam mengerjakannya. Dan karenanya, saya jadi cenderung terjebak dalam overcommitment. Alias saya mengambil banyak pekerjaan dalam satu waktu karena merasa saya bisa melakukannya--yang ternyata tidak, dan justru berakhir saya overwork atau banyak deadline yang tidak terkejar.

Bisa dibilang, bujo memang seperti yang Ryder Caroll selalu katakan, sebuah tempat untuk menjadi lebih mindful dalam melakukan aktivitas. Bukan hanya tempat untuk mengatur jadwal dan agenda, tetapi juga mengetahui lebih dalam bagaimana cara unik tubuh dan pikiran kita bekerja.

Saya masih akan membuat bullet journal tahun depan--saya sudah membeli notebook baru! Jadi mungkin saya akan lebih banyak membahas mengenai bullet journal  dan journaling secara umum tahun depan.

Komentar

  1. wah seneng banget bacanya karna aku ngerasain hal yang sama kaa huhu, sebenrnya aku udah pernah buat bujo tapi aku anaknya masih blm konsisten dan kalo jelek jadi gamau lanjutin haha. aku mau mulai lagi bikin bujo deh buat ngurangin anxiety aku juga semoga berhasil mumpung mau awal tahun juga hehe.

    BalasHapus
  2. Wuihh makasih sharingnya kak 😀😀 semoga makin konsisten lg, biar ngerasain manfaatnya hehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer